Contoh makalah hadits tentang buyu (bai)
BAB I
A. Latar Belakang
Agama Islam mengatur
setiap segi kehidupan umatnya. Dalam mengatur kehidupan umatnya terdapat
berbagai dasar-dasar yang dapat digunakan sebagai pedoman yaitu Al- Qur’an dan
Hadist. Al- Qur’an adalah Wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril, sedangkan hadist adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan
ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum dalam agama Islam. Aspek kajian dalam
hadist dapat berbagai macam, mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang
dan lain-lain.
Untuk memenuhi
kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti melaksanakan suatu transaksi
yang biasa disebut dengan jual beli dalam Bahasa Arab “buyu/bai”. Si penjual
menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu
dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
batasan pembahasan dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang
dimaksud dengan Buyu ?
2. Bagaimana
dengan dasar-dasar Buyu ?
a. Bagaimana
dengan hadist tentang Buyu ?
b. Bagaimana
dengan analisis lahfaz yang
sedang dibahas ?
c. Bagaimana
dengan Fiqh Hadist yang
sedang dibahas ?
C. Tujuan
Pembahasan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui definisi Buyu
2. Untuk mengetahui
dasar-dasar Buyu
a. Untuk
mengetahui hadist tentang Buyu
b. Untuk
mengetahui analisis lahfaz yang
sedang dibahas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Buyu’
Kata
buyu’ adalah bentuk jama’ dari bai’ artinya jual-beli. Sering dipakai dalam
bentuk jama’ karena jual-beli itu beraneka ragam bentuknya.
Bai’
Secara istilah ialah pemindahan hak milik kepada orang lain dengan imbalan
harga. Sedangkan syira’ (pembelian) ialah penerimaan barang yang dijual (dengan
menyerahkan harganya kepada si penjual). Dan seringkali masing–masing dari
kedua kata tersebut diartikan jual beli.
B. Dasar hukum jual beli
Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama
umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-quran dan sunah Rasulullah
saw. Terdapat beberapa ayat al-quran dan sunah Rasulullah saw, yang berbicara
tentang jual beli, antara lain :
a. Al-Quran
1.
Allah berfirman Surah
Al-Baqarah ayat 275 “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
2.
Allah berfirman Surah Al-Baqarah
ayat 198 “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan)
dari Tuhanmu”
3.
Allah berfirmanSurah
An-Nisa ayat 29 “…kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu…”
b. Sunah Rasulullah saw
Ø Hadist 1
عَنْ رِفَعَةٍ بْن رَافِعٍ اَنَّ النَّبِىَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ اَىُّ اْلكَسَبِ اَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ
بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيِّعٍ مَبْرُوْرٌ
( رَوَاهُ اْلبَزَار وَصَحَحَهُ الحَكِيْم )
“Dari Rifa’ah bin Rafi’ berkata bahwa Nabi Muhammad
SAW ditanya tentang usaha yang bagaimana dipandang baik?. Nabi menjawab:
Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiridan setiap perdagangan
yang bersih dari penipuan dan hal-hal yang diharamkan.” (HR. Al-Bazzar dan
ditashihkan Hakim).
·
Analisis lahfaz atau makna hadits
a) :
عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهmaksud ungkapan ini
ialah pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri (tenaganya)
sendiri, seperti pertukangan kayu, tukang batu, tukang besi, dan sebagainya),
pertanian (bertani, berkebun, nelayan dan sebagainya).
b) كُلُّ بَيِّعٍ
مَبْرُوْرٌ:
maksud ungkapan ini ialah perdagangan yang bersih dari tipu daya dan hal-hal
yang diharamkan. Artinya ada unsur penipuan seperti sumpah palsu untuk melariskan
barang dagangannya dan barang yang perdagangkan itu haruslah barang-barang yang
diperolehkan menurut hukum agama dan hukum negara dengan transaksi memenuhi
syarat serta rukunnya.
·
Fiqh Hadist
Nabi Muhammad SAW telah memberitahu kepada kita tentang
usaha yang bagaimana dipandang baikyaitu pekerjaan seseorang dengan tangannya
sendiri. Pekerjaan ini dapat berbagai macam hal
seperti pertukangan kayu, tukang batu, tukang besi, dan sebagainya),
pertanian (bertani, berkebun, nelayan dan sebagainya). Dengan bekerja kita akan
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan merasakan senang atas apa yang telah
diraih dengan kerja keras.
Selain bekerja dengan tangan sendiri ada pula usaha
yang dipandan baik yaitu setiap perdagangan yang bersih dari penipuan dan
hal-hal yang diharamkan. Pedagang yang bersih dari penipuan adalah berdagang
dengan cara yang jujur, misal jujur dalam takaran timbangan, jujur akan kondisi
suatu barang yang diperdagangkan dll. Dalam Syariat Islam telah dijelaskan
bahwa Allah telah mengharamkan hal-hal yang buruk. Karena jika ini dilanggar
maka akan berakibat fatal terhadap dirisendiri.
Ø
Hadist 2
Hadist dari Al-Baihaqi,Ibn Majah dan Ibn
Hibban,Rasulullah menyatakan:
إِنَّـمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“ Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka ”
·
Analisis lahfaz atau makna hadits
تَرَاض Artinya suka sama suka
·
Fiqh Hadist
Kaedah ini adalah sebuah kaedah umum yang
menunjukkan bahwa semua bentuk transaksi yang dilaksanakan berdasarkan rasa
suka sama suka maka itu diperbolehkan selagi tidak terdapat larangan dari Allah
SWT dan Rosul-Nya, namun jika bertentangan dengan larangan dari Allah dan
Rosul-Nya meskipun dilaksanakan atas dasar suka sama suka maka itu jelas
terlarang.
Ø
Hadist 3
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ:
اِنَّ اللهَ يُحِبُّ سَمْحَ اْلبَيْعِ، سَمْحَ الشِّرَاءِ، سَمْحَ اْلقَضَاءِ.(
الترمذى و قال غريب. و الحاكم و قال: صحيح الاسناد
Dari Abu Hurairah RA,
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah cinta kepada orang yang
mudah dalam menjual, mudah dalam membeli dan mudah dalam mengembalikan hutang”. [HR. Tirmidzi, ia berkata : Hadits gharib. Dan
Hakim, ia berkata : Shahih sanadnya]
·
Analisis lahfaz atau makna hadits
سَمْحَAdalah shifah
musyabbihah yang mananya menunjukan pengertian tetap, artinya mudah atau baik.
اْلقَضَاءِ Adalah mengembalikan hutang.
·
Fiqh Hadist
Allah melimpahkan
rahmat kepada seorang hamba yang mudah dalam menjual dan mudah dalam
mengembalikan hutang.
Hadits ini menjelaskan,
bahwa masalah jual beli, dan utang piutang yang kelihatanya duniawi dapat pula
dijadikan sarana ukhrawi yang menghasilkan pahala diakhirat bagi pelakunya,
yaitu melalui ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan diatas.
Ø
Hadist 4
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّـهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ عَامَ الْـفَتْحِ وَهُوَ بِمَـكَّةَ: ((إِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَـيْعَ الْـخَمْرِ
وَالْـمَيْـتَةِ وَالْـخِنْـزِيْرِ وَالأَصْـنَامِ))،
فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيْتَ شُحُوْمَ الْمَـيْـتَةِ؟ فَإِنَّـهَا
يُطْلَى بِهَا السُّـفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُـلُوْدُ وَيَسْـتَصْبِحُ بِهَا
النَّاسُ؟ فَقَالَ: ((لاَ، هُوَ حَرَامٌ))،
ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ:((قَاتَلَ
اللهُ الْـيَهُوْدَ! إِنَّ اللهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُوْمَهَا جَمَلُوْهُ، ثُمَّ
بَاعُوْهُ فَأَكَلُوْا ثَمَنَهُ))
Artinya:
Dari Jabir bin Abdillah
Radhiyallahu Anhuma-, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada
tahun Fathu (Makkah), dan ia berada di Makkah, “Sesungguhnya Allah dan RasulNya
mengharamkan jual beli khamr (minuman keras/segala sesuatu yang memabukkan),
bangkai, babi, dan berhala”, lalu dikatakan (kepada beliau), “Wahai Rasulullah,
bagaimana menurutmu tentang lemak bangkai? (Karena) sesungguhnya lemak bangkai
(dapat digunakan) untuk melapisi/mengecat perahu, menyamak kulit, dan digunakan
orang-orang untuk lampu-lampu pelita (mereka)?”. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, (jual beli) itu adalah haram”. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika itu, “Semoga Allah
memerangi Yahudi! Sesungguhnya Allah tatkala mengharamkan atas mereka lemak
bangkai, mereka mencairkannya, kemudian menjualnya, lalu memakan harganya” (HR.
Muslim)[1]
·
Analisis lahfaz atau makna hadits
a. الْـخَمْر
Khamr berasal dari
bahasa Arab yang berarti menutupi. Di sebut sebagai khamr, karena sifatnya bisa
menutupi akal. Sedangkan menurut pengertian urfi pada masa itu, khamr adalah
apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur.
b. الْـمَيْـتَةِ
Dalam bahasa arab Bangkai disebut Al-Mayyitah. Dalam pengertian bahasa Arab adalah sesuatu yang mati tanpa di sembelih. Sedangkan dalam ulama syari’at bangkai adalah Hewan mati tanpa sembelihan syar’i, dengan cara mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia dan terkadang dengan sebab perbuatan manusia apabila tidak sesuai sembelihan yang diperbolehkan.
Dalam bahasa arab Bangkai disebut Al-Mayyitah. Dalam pengertian bahasa Arab adalah sesuatu yang mati tanpa di sembelih. Sedangkan dalam ulama syari’at bangkai adalah Hewan mati tanpa sembelihan syar’i, dengan cara mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia dan terkadang dengan sebab perbuatan manusia apabila tidak sesuai sembelihan yang diperbolehkan.
c.
الْـخِنْـزِيْرِ
Mengenai babi mungkin kita sudah mengetahui bersama
bahwasanya Babi adalah najis, dan ia adalah sangat kotor dan diharamkan kepada
manusia untuk memakan daging babi tersebut.
Pemanfaatan babi hukumnya haram, baik atas daging, lemak maupun bagian lainnya, seperti yang dijelaskan di hadist di atas bukan hanya dagingnya, Tapi seluruh tubuh hewan babi. Pandangan ini sesuai dengan ushul fiqh : Minzikril juz’i wa iradati kulli. Artinya yang disebut sebagian yang di kehendaki seluruhnya.
Pemanfaatan babi hukumnya haram, baik atas daging, lemak maupun bagian lainnya, seperti yang dijelaskan di hadist di atas bukan hanya dagingnya, Tapi seluruh tubuh hewan babi. Pandangan ini sesuai dengan ushul fiqh : Minzikril juz’i wa iradati kulli. Artinya yang disebut sebagian yang di kehendaki seluruhnya.
·
Fiqh Hadist
Syariat Islam yang tinggi ini datang
dengan membawa seluruh kemaslahatan bagi umat manusia. Syariat Islam
membolehkan hal-hal yang baik, sedangkan hal-hal yang baik ini adalah mayoritas
makhluk Allah yang telah Ia ciptakan untuk kita semua di bumi ini, dan mengharamkan
hal-hal yang buruk. Dan di antara sekian macam hal-hal buruk yang telah
diharamkan, adalah empat macam hal yang terbilang dalam hadits ini. Setiap
macamnya menunjukkan dan mewakili hal lainnya yang semisal dengannya dalam
keburukannya.
Maka, Al Khamr,
yaitu segala sesuatu yang dapat memabukkan dan menutup akal, merupakan sumber
keburukan. Dengan mengkonsumsinya, seseorang kehilangan akal yang telah Allah
muliakan ia dengannya. Sehingga, seorang yang sedang mabuk akan melakukan
perbuatan-perbuatan kemungkaran dan dosa-dosa besar. Ia akan menebarkan
permusuhan sesama kaum Muslimin. Khamr ini pun menghalanginya dari seluruh
kebaikan dan dari berdzikir kepada Allah.
Kemudian Rasululah SAW menyebutkan hal
berikutnya, yaitu Al Maitah (bangkai).
Yaitu hewan yang tidak mati melainkan mayoritas dengan sebab penyakit atau
bakteri mikroba. Atau juga dengan sebab tertahannya darah hewan tersebut, yang
membuatnya mati. Maka, memakannya merupakan kemadharratan yang sangat besar bagi tubuh, dan membinasakan kesehatan.
Belum lagi, ia adalah bangkai yang menjijikkan, berbau busuk dan najis. Setiap
jiwa pasti tidak menyukainya. Dan seandainya ia tetap dimakan, walaupun dengan
tidak suka dan dengan berhati-hati, ia tetap penyakit (bagi yang memakannya) di
atas penyakit, dan musibah di atas musibah.
Rasululah SAW menyebutkan hewan
yang paling buruk, paling tidak disukai dan paling menjijikkan, yaitu babi. Babi adalah hewan yang mengandung berbagai macam
penyakit dan bakteri-bakteri mikroba. Hampir-hampir panasnya api tidak dapat
membunuhnya dan mematikannya. Maka, bahayanya sangat besar dan kerusakannya
sangat banyak. Di samping itu, hewan ini pun hewan yang jorok dan najis.
Nabi Muhammad SAW menyebutkan sesuatu
yang bahayanya jauh lebih besar (dari hal-hal sebelumnya), kerusakannya pun
sangat besar, yaitu berhala. Berhala
merupakan sumber kesesatan manusia dan kesyirikan mereka. Dengannya, Allah Subhanahu
wa Ta’ala diperangi, dipersekutukan dalam
ibadah dan hak-hakNya. Maka, berhala adalah sumber kesesatan dan kesyirikan.
Maka empat hal ini adalah
hal-hal buruk dan merusak akal, tubuh dan agama. Dan empat hal ini adalah
sebagai contoh (yang mewakili hal-hal lainnya) yang buruk. Dan hal ini tidaklah
diharamkan melainkan untuk melindungi akal, tubuh, dan agama dari apa-apa yang
dapat merusak.
Ø
Hadist 5
Hadits
Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ
بَيْعِ الْغَرَرِ
“
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah ( dengan
melempar batu ) dan jual beli gharar.” (HR
Muslim)
·
Analisis lahfaz atau makna hadits
الْحَصَاةِ (al-hashah) adalah
melempar dengan batu
الْغَرَر (Gharar)
yaitu jual beli yang belum ditentukan harganya, rupa, waktu dan tempatnya.
Permainan lempar batu termasuk undian seperti
yang dijelaskan dalam surat almaidah ayat 90. (“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (Qs. al- Maidah: 90))
·
Fiqh Hadist
Hasits ini menjelaskan,
bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashah karena:
1. Jual beli hashaah ditafsirkan dengan beberapa tafsiran
sebagai berikut:
1. Si pembeli mendatangi sekawanan kambing atau sejumlah
hewan ternak atau sekelompok budak lalu ia berkata kepada penjualnya, “Aku
lempar batuku ini, apabila batu ini jatuh kepada salah satu dari kambing, hewan
atau budak tersebut, maka ia menjadi milikku dengan harga sekian dan
sekian.”
2. Si penjual berkata kepada si pembeli, “Jika aku
melempar batu ini kepadamu berarti jadilah transaksi jual beli di antara
kita.”
3. Atau si penjual mensyaratkan hak pilih hingga ia
melempar batu tersebut, ia berkata, “Aku jual barang ini kepadamu dengan syarat
adanya hak khiyar (pilih) hingga aku melempar batu ini.”
2. Haram dan batal hukumnya seluruh bentuk praktek
hashaah yang telah disebutkan di atas. Karena adanya unsur ketidakjelasan,
gharar, penipuan, dan mudharat.
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
jual beli gharar karena
1.
Barangnya belum ada (al-ma'dum).
Contoh dari jual beli al-ma’dum adalah menjual anak
dari anak yang berada dalam perut unta.
2.
Barangnya tidak
bisa diserahterimakan ( al-ma’juz ‘an taslimihi ) Seperti menjual
budak yang kabur, burung di udara, ikan di laut, mobil yang dicuri, barang yang
masih dalam pengiriman,
3.
Ketidakjelasan (al-jahalah) pada barang, harga
dan akad jual belinya.
Jika transaksi jual
beli masih dilakukan maka akan ada yang
dirugikan terutama konsumen.
Baca Juga : Contoh makalah pengertian dan ruang lingkup ilmu tauhid
Baca Juga : Contoh makalah pengertian dan ruang lingkup ilmu tauhid
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata
buyu’ adalah bentuk jama’ dari bai’ artinya jual-beli. Bai’ Secara istilah
ialah pemindahan hak milik kepada orang lain dengan imbalan harga. Sedangkan
syira’ (pembelian) ialah penerimaan barang yang dijual (dengan menyerahkan
harganya kepada si penjual). Dan seringkali masing–masing dari kedua kata
tersebut diartikan jual beli. Dasar hukum jual beli adalah Al-qur’an dan
Hadist.
Dalam
beberapa hadist telah dijelaskan tentang jual beli, seperti : setiap perdagangan yang bersih dari penipuan dan
hal-hal yang diharamkan adalah
salah satu usaha yang dipandang baik oleh Rasulullah SAW. Dalam traksaksi jual
beli harus didasarkan atas suka sama suka. Dalam hadist lain dijelaskan bahwa Allah melimpahkan rahmat kepada seorang hamba yang
mudah dalam menjual dan mudah dalam mengembalikan hutang.
Sesuatu
yang buruk sudah pasti diharamkan oleh Allah begitu juga dengan jual beli.
Adapun contoh jual beli yang dilarang oleh Allah SWT seperti jual beli khamr (minuman keras/segala sesuatu yang
memabukkan), bangkai, babi, dan berhala. Jual beli al-hashah ( dengan melempar batu )
dan jual beli gharar juga termasuk jual beli yang diharamkan oleh Allah SWT.
[1]Shahih Muslim, Abu al
Husain Muslim bin Hajjaaj al Qusyairi an Naisaburi (204-261 H), tahqiqMuhammad Fuad
Abdul Baqi, Daar Ihya at Turats, Beirut
Belum ada Komentar untuk "Contoh makalah hadits tentang buyu (bai)"
Posting Komentar